Hal-hal yang harus diperhatikan ❗
Sebenarnya catatan ini dibuat karena keresahan dan rasa was-was wali murid/santri kepada anaknya yang di pondok modern. Saya alumni dan sudah bukan guru Gontor dan tidak ada keterkaitannya. Maka dengan mengajak membuka diri tentang pondok modern. Bahwa pondok perlu dibantu, dibela dan diperjuangkan. ada 10 point catatan yang akan dijelaskan.
Berikut catatan yang sering dipermasalahkan wali santri :
1. Masalah penipuan
Pernah terjadi penipuan berkedok telepon/sms/chat bahwa anaknya yang di pondok kecelakaan. Sehingga orang tua santri panik, kemudian menyuruh mengirim uang.
Jangan panik, jika si penipu memakai identitas dan mengaku pihak pondok, cobalah untuk mencari nomor pondok (pengasuhan santri) pondok di mana anak saudara belajar
Atau jika rumah saudara dekat dari pondok dapat langsung menjenguknya.
2. Masalah SPP
SPP adalah sesuatu yang tidak enak dibicarakan, tetapi akan lebih tidak enak jika tidak dibicarakan.
Pondok juga tegas dalam menagih SPP, bagi yang telat akan digundul, biasanya ketika akan mengahadapi ujian santri akan ditagih. Dan yang belum membayar akan tidak diperbolehkan untuk ujian. Tidak ujian berarti tidak naik kelas.
Pembayaran SPP juga masuk kembali kepada anak-anak untuk organisasi, kegiatan belajar mengajar, dan makan sehari 3 kali serta keperluan anak sendiri. Apalagi dalam menghadapi ujian, SPP sangat diperlukan, karena saat ujian dibutuhkan lebih dari 100 juta rupiah.
Seperti sekolah swasta lainnya pondok juga menarik uang gedung, untuk uang gedung biasanya akan ada ketika daftar ulang setiap tahun dan ketika anak kembali ke pondok. Maka bapak dan ibu akan diberi perincian pembayaran melalui surat ketika anak liburan. Anggap saja uang gedung ini sebagai wujud Saudara membantu pondok dan sedekah untuk pendidikan, insyaallah penggunaan gedung untuk belajar akan mengalirkan pahala untuk Saudara.
Sedangkan para guru tidak digaji sepersen pun dari uang santri. Meskipun ada bulanan itu adalah hasil guru menggeluti unit usaha yang dikembangkan oleh guru itu sendiri. Yang hanya dipakai untuk laundry dan kebutuhan guru harian.
3. Masalah anak yang dipulangkan, diskors selama 1 tahun, atau dipindahkan
Pondok pernah memulangkan lebih dari 1000 santri ketika peristiwa Persemar (Peristiwa 19 Maret 1967). Ketika santri belum membayar SPP tetapi memprotes makanan dapur, akhirnya menuduh kyai korupsi bahkan mau melengserkan kyai. Padahal santri adalah tamu.
Maka dari itu berilah nasihat, ikhtiar (Daya, Doa, Dana) kepada anak-anak agar betah dan tidak melanggar aturan pondok hingga tidak terdengar kabar dipulangkan ataupun diskors.
4. Pondok pesantren tidak membuat iklan ataupun advertise.
Pondok tidak membuat dan memasang iklan di manapun. Santri-santri mendaftarkan diri mereka sendiri, wali santri yang membawa anak mereka sendiri. Tidak ada paksaan masuk pondok. Semuanya datang sendiri.
5. Tentang pemukulan
Mungkin jika kita hidup di zaman 90-an, pemukulan terhadap murid terlihat wajar. Bahkan ketika kita mengadu kepada orang tua, orang tua malah mendukung guru dan kita mendapat double lagi hukumannya.
Seperti yang saya jelaskan, pengurus dan guru di pondok modern adalah lulusan SMA. Masih muda, darah mereka masih panas, dan mudah emosi maka sangatlah mudah membuat mereka untuk memukul.
Para pengurus dan guru juga santri yang sama, ke pondok untuk belajar dan kuliah, mereka mempunyai cita-cita, dan ingin menggapai cita-cita masa depan. Mereka juga jauh dari orang tua, bahkan ada yang berasal dari luar Jawa. Sulawesi, Papua, dan Kalimantan.
Sebab adanya terjadi pemukulan:
- Ketika dievaluasi santri membantah tentang kesalahannya
- Ketika dievaluasi santri melawan
- Sering melanggar dan tidak patuh
- Mengejek sesama teman
- Perkelahian masalah sepele seperti yang terjadi pada umumnya di luar pondok.
Pertanyaannya, apakah pondok menormalisasi pemukulan?
Jawabannya tidak. Mengejek, perkelahian, dan pemukulan adalah pelanggaran berat. Yang melakukannya akan dipulangkan secara tidak terhormat (diusir) atau diskors selama 1 tahun.
Yang memukul dan yang dipukul hukumannya sama. Mengapa? Karena ada sebab akibat, tidak akan memukul kalau tidak ada sebab. Itulah ketegasan pondok modern dalam masalah ini.
Walupun sudah ada aturan yang tegas seperti ini, nyatanya pemukulan masih sering terjadi di pondok pesantren (yang saya tahu hanya asrama putra, saya kira asrama putri tidak ada). Kultur ini masih ada, bahkan setiap tahun pasti ada kasus dipulangkan karena masalah mengejek, perkelahian, dan pemukulan. Seperti di Taruna dan TNI, pemukulan dan hukuman fisik sudah dilarang, akan tetapi kultur susah untuk hilang dan kejadian masih sering berlanjut.
Dengan adanya peraturan yang memukul dan yang dipukul sama-sama dihukum. Beberapa santri ketika terjadi pemukulan memilih untuk diam. Diam di sini karena santri sadar, dia sudah melakukan kesalahan yang membuat pengurus marah.
Pengurus (senior) dan ustaz adalah ibarat orang tua di pondok pesantren, dia mengayomi, mendidik, mengajar, dan bersama santri selama 24 jam. Mereka yang mengajari kita bagaimana salat, wudu, membangunkan tidur, bahkan mengurusi kita ketika sakit tanpa dibayar sekalipun dan sepersen pun.
Pengurus itu ibarat ayah dan ibu kita, ibarat kita hidup dan besar dengan orang tua yang memberikan kita makan, mengasuh, dan mendidik. Tapi apakah ketika kita dipukul, kita kemudian lapor polisi?
Untuk menyelesaikan masalah pemukulan biasanya diselesaikan tanpa mengangkatnya ke pengasuhan santri. Jika anak anda terlibat pemukulan dan menelpon telah dipukul senior, cobalah untuk memahami alasan kenapa dipukul? Apakah memang dia yang salah atau pemukul yang salah? Karena keduanya (yang dipukul dan pemukul) mempunyai harapan dan cita-cita yang tinggi mengapa masuk pondok pesantren. Cobalah untuk berdiskusi hingga tidak sampai santri diskors selama 1 tahun bahkan dipulangkan.
Apakah senioritas di pondok modern ada?
Senioritas di pondok modern didasarkan atas, “Siap dipimpin, dan siap memimpin.” Jelas pondok modern ingin mencetak pemimpin yang hebat, intinya adalah pendidikan. Santri kelas 1-4 adalah anggota yang dipimpin, ada kelas 5 dan 6 yang siap memimpin.
Ada banyak sekali santri yang sudah menikah, umurnya 30 tahun atau lebih tua dari seniornya. Tetapi ketika dia diperintah dan diberi tugas tetap menjalankannya tanpa melawan dan menolak, inilah inti dari senioritas di Gontor. Siap dipimpin walaupun tanpa memandang umur, anak pejabat, anak kyai, ataupun orang kaya.
Senioritas di Gontor lebih “mengayomi dan mendidik”, pengurus layaknya kakak, para ustaz layaknya orang tua di pondok. Jika terjadi pemukulan dan kekerasan maka kembali lagi kepada sebab akibat kenapa adanya pemukulan yang sudah saya jelaskan di atas.
Adakah pembullyan di pondok modern?
Jawabannya, ada. Seperti halnya di luar pondok pembullyan di lingkungan pesantren juga ada. Dan pembullyan di pondok termasuk pelanggaran berat.
Apakah pondok pesantren itu keras?
Keras di sini mengandung banyak makna, tapi menurut saya “pendidikan” di pondok modern sangat keras, disiplin, dan militan. Apalagi ada mahkamah keamanan dan bahasa.
Untuk mahkamah keamanan jika kita melanggar aturan pondok kita akan dapat teguran dari pengurus sehingga kita menjadi disiplin dan terdidik. Untuk mahkamah bahasa, jika kita berbicara dengan bahasa Indonesia atau daerah kita akan mendapatkan hukuman, dan inilah yang membuat alumni Gontor sangat mahir berbahasa Arab dan Inggris.
Keras di pondok modern menurut saya :
- Merokok dibotak.
- Ngomong harus pakai bahasa Arab dan Inggris, pakai bahasa daerah dibotak.
- Bawa hp/elektronik dihancurin.
- Rambut harus cepak kayak tentara.
- Makan harus on time, shalat harus on time, masuk kelas harus on time, olahraga harus on time, bahkan tidur pun juga harus on time. Kalau gak ontime pasti dihukum.
- Kabur, diusir.
- Pacaran, diskors dan diusir.
- Mencontek diskors 1 tahun.
- Ngobrol dengan orang kampung diskors 1 tahun.
Untuk anak baru mereka masih dibimbing khusus oleh pengurus asrama, mereka jarang sekali dibotak, dan berhubungan langsung dengan anak lama. Mereka selama 1 tahun disuruh melihat pondok, dikenalkan apa itu pondok, melihat semua acara di Balai Pendidikan Pondok Modern (BPPM).
Setelah 1 tahun menjadi anak baru, anak lama lebih bebas, mereka dipaksa dengan “tanggung jawab” dengan diri sendiri, jika mereka melanggar, mereka langsung dibotak dan dihukum.
Bahkan untuk santri lama dan kelas 5, dijemur, push up, scout jump, dan lari mengelilingi gedung adalah makanan sehari-hari.
Untuk Bapak dan Ibu tahu, hukuman seperti ini (dijemur, push up, scout jump, dan lari mengelilingi gedung) masih ada di pondok, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan pondok selalu mendata semua penyakit dalam dan bawaan santri. Maka jika anak-anak ibu punya penyakit dalam, asma, mag, dan lainnya. Segera beritahu dengan pihak pondok atau pengurus, bahkan untuk masalah penyakit lambung dan perut, pondok sudah menyediakan dapur keluarga yang pastinya dengan menu yang berbeda.
6. Masalah perlengkapan dan kenyamanan pondok
Pondok mempunyai sistem mandiri dan ekonomi proteksi. Semua perlengkapan disediakan di pondok dari santri, oleh santri, dan untuk santri. Yang memproduksi makanan, barang, dan jajan adalah santri, yang berjualan adalah santri, yang mengatur keuangan adalah santri, yang membeli juga santri.
Jika ada kekurangan maka itu adalah selayaknya kekurangan santri. Tapi justru dari sini santri dilatih kemandirian, wirausaha, dan sosialisasi.
Maka pondok hanya bisa menyediakan seadanya bagi santri. Jika santri membutuhkan sesuatu yang tidak ada di pondok, mereka boleh izin keluar pondok untuk mencarinya pada hari libur.
7. Keterbukaan “yes”, intervensi “no”, intervensi adalah kezaliman
Pondok punya nilai, ide, falsafah, jiwa, moto, dan aturan. Untuk menjaga nilai, ide, jiwa, moto, dan falsafah itu selalu ada Pekan Perkenalan setiap tahun. Guru-guru dan santri-santri harus mengikuti Pekan Perkenalan agar paham dan mengerti pondok.
Pondok selalu terbuka menerima saran dan kritik. Tapi pondok menolak segala bentuk intervensi (ikut campur) dari luar. Entah dari pejabat, alumni, pemerintah, presiden, bahkan PBB. Apalagi wali santri. Pondok Modern adalah swasta penuh.
Keluar jalur:
❗ Mengapa pondok tidak menyuruh orang luar mengurus pondok?
Sedikit cerita ada sebuah taruna yang sukses dalam mendidik muridnya. Tetapi taruna itu jatuh dan bubar gara-gara guru dari luar, bukan alumni. Itu karena guru dari luar tidak paham taruna tadi. Maka menjaga nilai, ide, falsafah, jiwa, dan moto pondok lebih penting.
❗ Mengapa pengurus dan pengajar pondok masih muda (SMA)?
Pondok lembaga pendidikan yang sudah sukses mencetak guru-guru muda, tantangan masa muda lebih berat. Sudah dari awal pondok mengajarkan disiplin, militan, tanggung jawab, kepemimpinan, serta berpikir ke depan di masa muda. Tujuannya agar nanti setelah lulus bisa langsung mengajar di masyarakat.
8. Di pondok tidak ada organisasi perkumpulan wali murid atau wali santri
Mengapa?
Karena dari sejarahnya dan susunannya saja sudah tidak ada.
Karena takut wali santri akan intervensi (ikut campur) sehingga mengganggu nilai, ide, falsafah, dan moto pondok.
Kalaupun sekarang banyak berkembang grup-grup wali santri, perkumpulan wali santri. Bahkan mereka membuat grup WhatsApp dan Facebook. Semoga mereka dalam rangka menguatkan silaturahmi dan membagi tips tentang wali santri ini, seperti motivasi TITIP (Tega, Ikhlas, Tawakal, Ikhtiar, Percaya).
Kita juga tahu, tidak semuanya, hanya ada satu-dua orang yang tidak paham pondok. Menceritakan keburukan dan kekurangan pondok, sebenarnya tidak masalah pondok dijelekkan karena pondok tidak merasa rugi dan sakit hati. Tetapi yang menjadi masalah adalah membuat para wali santri yang lain merasa khawatir terhadap anaknya di pondok.
Membuat para wali santri yang was-was dan bimbang untuk me-mondok-kan anaknya.
9. Ada sebuah catatan di buku Perkenalan Pondok Modern Darussalam Gontor yang berjudul “Jangan terlalu percaya, sehingga malas dan jangan terlalu musyrik/setengah-setengah”
Pondok Modern sekarang sudah beranjak berusia 100 tahun. Mulai berkembang, mulai dikenal masyarakat bahkan dunia. Bahkan alumninya sudah berhasil di masyarakat. Mendapat penghargaan, sukses, dan berhasil. Alhamdulillah, bukan sebuah kebanggaan tapi harus bersyukur dan berbenah.
Tetapi janganlah terlalu percaya kepada Pondok Modern, sehingga mengira asal masuk ke Gontor atau ke Pondok Modern, pasti akan menjadi alim, pandai, cakap, salih, dan lain-lain
Pondok bukanlah tukang sihir, bukan tukang sulap yang memandaikan (membuat pintar) orang secara tidak wajar. Pintar bagi yang belajar, baik bagi yang beramal. Bahkan juga banyak alumni yang ketika sudah di luar sifatnya berubah 180 derajat dari baik.
Pondok punya banyak kekurangan dan keterbatasan.
Tapi pintu pondok modern masih terbuka lebar. Boleh masuk, boleh keluar. Boleh naik, boleh turun. Boleh percaya, boleh tidak.
Very good very fine, nggak mau ikut cari lain.
Jika saudara tidak cocok dengan sistem pondok modern ya jangan memasukkan anaknya, simple.
Di akhir catatan terdapat tulisan untuk coba-cobalah masuk pondok:
“Akhirnya sampai penghujung. Harapan kami, mudah-mudah anak-anakku/saudara-saudara dapat mengikuti dengan penuh kepercayaan. Paling tidak coba-cobalah, tetapi dengan percobaan yang sempurna pula.”
Ada seorang wali murid yang menyuruh anaknya begini “Kalau tidak dapat krasan dalam sebulan, cobalah 3 bulan, dan cobalah 1 tahun lagi. Kalau tidak krasan 1 tahun, cobalah 3 atau 4 tahun. Kalau sampai 6 tahun tidak juga krasan dan sudah tamat. Bolehlah kamu pulang dan berjuang di rumah/masyarakat” ini namanya percobaan yang sempurna dan lengkap.
Maksimal pendidikan di Gontor adalah 6 tahun.
10. Sebagai penghujung catatan, marilah kita bersama saling mengingatkan bahwa pondok perlu dibantu, dibela, dan diperjuangkan.
Marilah kita berdoa untuk anak-anak agar bisa lulus dengan husnul khatimah, dan jangan lupa doakan pondok, pimpinan pondok, keluarga pondok, guru-guru, pembantu pondok, dan santri-santri selalu dimudahkan urusannya dan diberi kesehatan serta umur panjang yang bermanfaat.
❗Saran saya bacalah:
?1. Buku Pekan Perkenalan Pondok Modern
?2. Buku Serba Serbi Singkat tentang PMDG
?3. Wardun (Warta Dunia) yang terbit setiap tahunnya dan dibagikan kepada Santri sebelum liburan Ramadan.
Minta buku-buku ini dari anak saudara.
_____
Wi Farma, Alumni 2016
Solo, 24 September 2017
Diperbarui Kairo, 07 Agustus 2022